MAKALAH SEJARAH INDONESIA BARU II
Politik Pintu Terbuka (Open Door Politic ) dan
pelaksanaan Politik Kolonial Liberal
Tahun 1870
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Politik kolonial liberal di Eropa
pada awalnya merupakan cermin antara perbedaan dalam bidang politik yang
berhaluan totalitarisme (fasisme dan komunisme) dan liberalisme (sosialisme dan kapitalisme). Hubungan timbal balik antara ekonomi pasar dengan
liberalisasi politik yang relatif bisa dilihat pada studi perbandingan mengenai
negara-negara fasis maupun komunis. (Edwin Fogelman: 150, 1985)
Selain itu, konsep hukum dibalik turunnya pandangan koseptual negara dan masyarakat dalam liberalisme klasik. Masyarakat dipahami sebagai
himpunan bermacam-macam perkumpulan sukarela, dan negara itu juga pada intinya
dianggap sebagai badan yang diorganisasikan secara sukarela, karena otoritasnya
diperoleh atas dasar persetujuan mereka yang diperintah. Liberalisme selalu
menganut pemikiran bahwa hubungan antara Negara dan masyarakat atau antara
pemerintah dan individu pada akhirnya ditentukan oleh hukum yang kedudukannya lebih tinggi dari pada hukum negara. (Edwin
Fogelman:191, 1985)
Paham kebebasan liberalisme mulai tumbuh subur di Eropa dan dianggap sebagai
paham yang paling sesuai untuk diterapkan oleh negara-negara yang menjunjung
tinggi kebebasan. Liberalisme muncul sebagai sikap pendobrakan terhadap
kekuasaan absolut dan didasarkan atas teori rasionalistis yang umum dikenal
sebagai Social Contract. Sejak tahun
1900-an, politik dan ekonomi liberal memiliki hubungan yang sangat erat.
Gagasan ekonomi liberal didasarkan pada sebuah pandangan; setiap individu harus
diberi akses seluas mungkin untuk melakukan kegiatan-kegiatan ekonominya, tanpa
ada intervensi dan campur tangan dari negara. Atas dasar itu,
campur tangan negara tidak diperlukan lagi. Bila liberalisme awal (early
liberalism) lebih menekankan pada hak-hak politik, maka sejak tahun 1900-an,
liberalisme telah mencakup hampir seluruh dimensi kehidupan, termasuk di
dalamnya liberalisasi di bidang ekonomi. (Ramadhan: 2006)
Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan
politik Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai
memperoleh kemenangan dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara
mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam paksa dapat dihapuskan. Mereka
berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak
swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja, yaitu hanya sebagai polisi penjaga
malam yang tidak boleh campur tangan dalam bidang ekonomi. Sistem ini akan
menumbuhkan persaingan dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di
Indonesia. Dengan demikian pendapatan negara juga akan bertambah banyak.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah, diantaranya adalah:
a.
Apakah
pengertian dari perekonomian kolonial liberal?
b. Apakah
pengertian dari perekonomian politik pintu terbuka (open door politic)?
c.
Latar
belakang apa yang mendasari terjadinya politik pintu terbuka di Indonesia?
d. Bagaimana
perkembangan perdagangan masa perekonomian politik pintu terbuka?
e.
Akibat apa
yang dialami oleh bangsa Indonesia dengan adanya perekonomian politik pintu
terbuka?
f. Pelaksaanaaan
politik kolonial liberal di Belanda dan Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Bedasarkan permasalahan di atas,
maka tujuan yang hendak dicapai ialah sebagai berikut:
a.
Mendefinisikan
pengertian perekonomian politik kolonial liberal
b. Mendefinisikan
pengertian perekonomian politik pintu terbuka(open door politic)
c.
Mengetahui
latar belakang yang mendasari terjadinya perekonomian politik pintu terbuka di
Indonesia
d. Dapat
menyusun ataupun menjelaskan bagaimana perkembangan perdagangan masa
perekonomian politik pintu terbuka
e.
Dapat
mengetahui apa saja akibat yang dialami bangsa Indonesia dengan adanya
perekonomian politik pintu terbuka.
D. Manfaat
Penulisan
a. Hasil
penulisan ini diharapkan dapat memperkaya khasanah pembaca tentang keadaan
perekonomian Indonesia, khususnya masa perekonomian politik kolonial liberal
atau perekonomuan politik pintu terbuka (open door politic)
b. Hasil
penulisan ini diharapkan dapat menjadi rangsangan bagi penulis dan peneliti
untuk semakin giat dalam menganalisis dan meneliti tentang perekonomian
Indonesia
c. Hasil
penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan rasa cinta generasi muda terhadap
bangsa Indonesia dengan mempelajari sejarah bangsanya yang dalam hal ini ialah
mengenai perekonomian negara Indonesia
d. Hasil
penulisan ini diharapkan dapat menanam dalam diri manusia untuk menjadikan
peristiwa di masa lalu untuk dijadikan pijakan dalam kehidupan masa mendatang
BAB II
PEMBAHASAN
Usaha kaum liberal di negeri Belanda
agar Tanam Paksa dihapuskan, telah berhasil pada tahun 1870. Namun tujuan yan
hendak dicapai oleh kaum liberal tidak hanya terbatas pada penghapusan tanam
paksa mereka mempunyai tujuan lebih lanjut. Apakah tujuan yang hendak dicapai
oleh kaum liberal di negeri Belanda?
Agar mengetahui hal itu,dibawah akan dibahas lebih
lanjut mengenai sejarah perkembangan paham liberal di Eropa serta
pelaksanaannya di negeri Belanda.
v Perkembangan
Paham Liberal di Eropa
Paham liberal atau liberalisme mulai
berkembang pesat sejak berkobarnya Revolusi Perancis pada tahun 1789. Tujuannya
menumbangkan kekuasaan raja yang sangat mutlak. Dengan kata lain rakyat
Perancis mengobarkan revolusi untuk melawan rajanya yang bertindak sewenang-wenang.
Rakyat Perancis menuntut kebebasan. Revolusi yang bertujuan menuntut kebebasan
rakyat dari tindakan raja yang sewenang-wenang itu dinamakan revolusi
liberal. Orang-orang yang menghendaki agar rakyat memperoleh
kebebasan,disebut kaum liberal. Revolusi Perancis berpengaruh besar terhadap
perkembangan sejarah, terutama sejarah Eropa. Ketika Revolusi Perancis meletus,
semua kerajaan di daratan Eropa diperintah oleh raja-raja yang berkuasa mutlak.
Karena pengaruh Revolusi Perancis,di negara-negara daratan Eropa pun timbul
gerakan liberal. Dengan demikian cita-cita kaum liberal, yakni menuntut
kebebasan rakyat,berkembang di Eropa. Antara lain berkembang di negeri Belanda.
v Pelaksanaan
Politik Liberal di Negeri Belanda
Gerakan liberal di negeri Belanda
dipelopori oleh para pengusaha swasta. Oleh karena itu, kebebasan yang mereka
perjuangkan terutama kebebasan di bidang ekonomi. Kaum liberal di negeri
Belanda berpendapat, bahwa seharusnya pemerintah jangan ikut campur tangan
dalam kegiatan ekonomi. Mereka menghendaki agar kegiatan ekonomi ditangani oleh
pihak swasta. Sedangkan pemerintah bertindak sebagai pelindung warga negara,
menyediakan prasarana, menegakkan hukum, dan menjamin keamanan serta
ketertiban. Dengan berkedok memperjuangkan kebebasan dan kemanusiaan,kaum
liberal di negeri Belanda menuntut agar Pemerintah Belanda menghapuskan Tanam
Paksa. Tetapi tujuan yang sebernarnya bukanlah demikian. Tujuan kaum liberal
menuntut penghapusan Tanam Paksa, ialah agar para pengusaha swasta dapat
menggantikan pemerintah menanamkan modalnya di Indonesia. Makin lama pengaruh
kaum liberal di negeri Belanda makin besar. Posisi mereka semakin kuat. Sejak
tahun 1850, kaum liberal berpengaruh besar dalam pemerintahan di negeri Belanda.
Bahkan kemudian dapat memegang pemerintahan.
v Politik
Ekonomi Liberal Kolonial di Indonesia dan munculnya Politik pintu terbuka
Politik ekonomi liberal kolonial
dilatarbelakangi oleh hal-hal sebagai berikut:
1) Pelaksanaan
sistem tanam paksa telah menimbulkan penderitaan rakyat pribumi, tetapi
memberikan keuntungan besar bagi Pemerintah Hindia Belanda.
2) Berkembangnya paham liberalisme
sebagai akibat dari Revolusi Perancis dan Revolusi Industri sehingga sistem
tanam paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
3) Kemenangan Partai Liberal dalam Parlemen Belanda yang
mendesak Pemerintah Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal di negeri
jajahannya (Indonesia). Hal itu dimaksudkan agar para pengusaha Belanda sebagai
pendukung Partai Liberal dapat menanamkan modalnya di Indonesia. Untuk mewujudkan sistem tersebut,
pada tahun 1870 di Indonesia dilaksanakan politik kolonial liberal atau sering
disebut “politik pintu terbuka” (open door policy). Sejak saat itu pemerintahan
Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha swasta asing untuk
menanamkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan.
4) Adanya
Traktat Sumatera pada tahun 1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk
meluaskan wilayahnya ke Aceh. Sebagai imbalannya Inggris meminta Belanda
menerapkan sistem ekonomi liberal di Indonesia agar pengusaha Inggris dapat
mananamkan modalnya di Indonesia.
Seiring dengan pelaksanaan politik
ekonomi liberal,Belanda melaksanakan Pax Netherlandika, yaitu usaha
pembulatan negeri jajahannya di Nusantara. Hal itu dimaksudkan agar wilayah
tersebut tidak diduduki oleh bangsa Barat lainnya. Lebih-lebih setelah
dibukanya Terusan Suez (1868) yang mempersingkat jalur pelayaran antara Eropa
da Asia.
Pelaksanaan politik ekonomi liberal itu dilandasi
dengan beberapa peraturan, antara lain sebagai berikut:
1). Reglement op het belied der regeriag in
Nederlandsch-Indie (RR) (1854)
Berisi tentang tatacara pemerintahan
di Indonesia. Perundangan baru ini menunjukkan kekuatan kaum liberal-borjuis
terus berkembang. Pada tahun 1926, RR diganti dengan Wet op de Staatsinrichting
van Nederlandsch Indie yang biasa disingkat IS.
2). Indische Comptaviliteit Wet (1867)
Berisi tentang perbendaharaan negara
Hindia-Belanda yang menyebutkan bahwa dalam menentukan anggaran belanja
Hindia-Belanda harus ditetapkan dengan undang-undang yang disetujui oleh
Parlement Belanda.
3). Suiker Wet
Undang-undang gula yang ditetapkan
dengan tujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha
swasta dalam perkebunan gula. Dalam undang-undang ini,ditetapkan sebagai
berikut :
a.
Perusahaan-perusahaan
gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap.
b. Pada tahun
1891 semua perusaan gula milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.
4). AgrarischeWet ( Undang-undang Agraria 1870)
Merupakan undang-undang agraria yang
berlaku di Indonesia dari tahun 1870 sampai 1960 yang lahir akibat desakan dari
pemodal besar swastadi negeri Belanda. Peraturan ini dihapus dengan
dikeluarkannya UUPA ( undang-undang pokok agraria ) tahun 1960 oleh pemerintah
Republik Indonesia. Agrarische Wet tercantum dalam pasal 51 dari Indische
Staatsregeling (IS) yang merupakan UUD Pemerintah Hindia-Belanda. Menteri
jajahan Belanda yang berjasa menciptakan Agrarische Wet tersebut adalah de
Waal. Isi pokok dari Agrarische Wet adalah sebagai berikut :
a) Tanah di
Indonesia dibedakan menjadi tanah rakyat dan tanah pemerintah.
b) Tanah rakyat
dibedakan atas tanah milik yang bersifat bebas dan tanah desa yang bersifat
tidak bebas. Tanah tidak bebas adalah tanah yang dapat disewakan kepada
pengusaha swasta.
c) Tanah rakyat
tidak dapat dijual kepada orang lain.
d) Tanah
pemerintah dapat disewakan kepada pengusaha swasta sampai jangka waktu 75tahun.
e) Gubernur
Jenderal menjaga jangan sampai ada pembelian tanah yang melanggar hak-hak
rakyat Indonesia asli.
5). Agrarische Besluit (1870)
Jika Agrarische Wet
ditetapkan dengan persetujuan parlemen, Agrarische Besluit ditetapkan oleh raja
Belanda. Agrarische Wet hanya mampu mengatur hal-hal yang bersifat umum tentang
agraria, sedangkan Agrarische Besluit mengatur hal-hal yang lebih rinci,
khususnya tentang hak-hak kepemilikan tanah dan jenis-jenis hak penyewaan tanah
oleh pihak swasta.
v Pelaksanaan
Sistem Politik Ekonomi Liberal dan Pintu Terbuka di indonesia
Atas dikeluarkannya Undang-undang
Agraria tahun 1870, Indonesia memasuki zaman penjajahan baru. Sebelum tahun
1870 Indonesia dijajah dengan model imperialisme kuno, yaitu hanya dikeruk saja
kekayaannya. Setelah 1870 di Indonesia ditetapkan Imperialisme Modern. Sejak
tahun 1870 di Indonesia telah di tetapkan opendeur politiek atau politik
pintu terbuka, yaitu politik yang dijalankan pemerintah untuk memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada pengusaha swasta asing guna menanamkan
modalnya di Indonesia. Hal itu berarti Indonesia dijadikan tempat untuk
berbagai kepentingan antara lain berikut ini:
1. Mendapatkan
barang mentah atau bahan baku industri di Eropa.
2. Mendapatkan
tenaga kerja yang murah.
3. Menjadi
tempat pemasaran barang-barang produksi Eropa.
4. Menjadi
tempat penanaman modal asing.
Disamping modal swasta Belanda
sendiri, modal swasta asing lain juga masuk ke Indonesia, misalnya modal dari
Inggris, Amerika, Jepang dan Belgia. Modal-modal swasta asing tersebut tertanam
pada sektor-sektor pertanian dan pertambangan, antara lain karet, teh, kopi,
tembakau, tebu, timah, dan minyak. Akibatnya perkebunan-perkebunan dibangun
secara luas dan meningkat pesat. Misalnya, perkebunan tebu sejak tahun 1870
mengalami perluasan dan kenaikan produksi yang pesat, khususnya di Jawa.
Demikian pula perkebunan teh dan tembakau mengalami perkembangan yang pesat.
Sejak semula tembakau telah ditanam didaerah Yogyakarta dan Surakarta. Sejak tahun
1870 perkebunan itu diperluas sampai kedaerah Besuki (Jawa Timur) dan ke daerah
Deli (Sumatera).
Perkebunan-perkebunan swasta asing di Indonesia
antara lain:
·
Perkebunan
tembakau di Deli (Sumatera Timur)
·
Perkebunan
tebu di Jawa Tengah dan Jawa Timur
·
Perkebunan
karet di daerah Serdang (Sumatera Timur)
·
Perkebunan
kina di Jawa Barat
·
Perkebunan
teh di Jawa Barat
·
Perkebunan
kelapa sawit di Sumatera Utara
Pembukaan perkebunan-perkebunan
swasta di daerah luar Jawa, khususnya Sumatera Timur menemukan masalah
kekurangan tenaga kerja. Pemerintah banyak mendatangkan pekerja dari Jawa yang
dilakukan secara kontrak sehingga disebut kuli kontrak. Untuk menjamin para
kuli tidak melarikan diri sebelum habis masa kontraknya, pemerintah Hindia
Belanda mengeluarkan peraturan yang disebut Koeli Ordonnantie. Peraturan
tersebut berisi antara lain ancaman hukuman bagi para pekerja perkebunan yang
melanggar ketentuan-ketentuan kontrak yang disebut Poenale Sanctie. Peraturan
tersebut pada mulanya hanya diterapkan hanya di Deli, kemudian juga diterapkan
di Jawa.
Kecuali di bidang perkebunan,para pengusaha swasta
Eropa juga menanamkan modal di bidang pertambangan dan perindustrian,antara
lain :
·
Pertambangan
batu bara di Ombilin (Sumatera Barat)
·
Pertambangan
timah di Bangka,Belitung,dan Singkep
·
Pertambangan
minyak di Plaju dan Sungai Gerong (Sumatera Selatan) serta pulau Bunyu dan
Tarakan ( Kalimantan Timur)
·
Pabrik-pabrik
gula,cokelat,teh di berbagai tempat di Jawa.
v Perkembangan
Perdagangan
Penerapan sistem ekonomi liberal di
Indonesia pada tahun 1870 hampir bersamaan waktunya dengan pembentukan terusan
Suez, pada tahun 1869. Pembukaan terusan Suez turut memperlancar hubungan
perdagangan Asia-Eropa.
Guna menunjang perkebunan-perkebunan
swasta di tanah jajahan di Nusantara, pemerintah kolonial melakukan impor
mesin-mesin dan perlengkapan modern sehingga produksi perkebunan dan pabrik
gula meningkat. Di samping itu juga dilakukan impor barang-barang jadi untuk
keperluan sehari-hari dari industri-industri yang sedang berkembang di negeri
Belanda misalnya impor bahan-bahan tekstil yang mengakibatkan matinya
usaha-usaha tenun penduduk Jawa.
Perluasan produksi tanaman ekspor dan
impor barang-barang konsumsi dari negeri Eropa mengakibatkan perdagangan
Internasional semakin ramai di Nusantara. Perkembangan perdagangan
Internasional juga mendorong perkembangan perdagangan perantara di daerah
pedalaman pulau Jawa. Perdagangan perantara itu pada umumnya terdiri dari
perdagangan distribusi dan koleksi. Perdagangan distribusi berperan dalam
menyebarkan barang-barang konsumsi yang diimpor dari luar negeri kepada
penduduk di daerah pedesaan. Sementara itu, perdagangan koleksi berperan dalam
mengumpulkan tanaman-tanaman dagang dari petani dan meneruskannya kepada
pedagang-pedagang besar.
Kesempatan-kesempatan ekonomi yang
baru terbuka itu pada umumnya tidak dimanfaatkan oleh penduduk pribumi. Akan
tetapi, kesempatan tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh penduduk timur asing,
khususnya China. Sebagai pendatang, golongan ini tidak begitu terikat oleh
tradisi-tradisi yang dianut penduduk pribumi sehingga mereka berada dalam
posisi yang lebih baik dalam menjalankan fungsinya sebagai pedagang perantara.
Pada umumnya penduduk pribumi
bersifat pasif terhadap meluasnya ekonomi uang. Mereka tidak secara aktif
memanfaatkan kesempatan ekonomi baru untu memperoleh keuntungan dan
meningkatkan taraf hidup. Mereka hanya berusaha memperoleh sekedar tambahan
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup minimalnya.
v Akibat
Sistem Politik Liberal Kolonial
Pelaksanaan politik liberal membawa akibat sebagai
berikut:
1) Bagi Belanda
a.
Memberikan
keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial
Belanda
b. Hasil-hasil
produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negeri Belanda
c.
Negeri
Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.
2) Bagi Rakyat Indonesia
a.
Sistem tanam
paksa di Indonesia dihapuskan.
b. Modal swasta
asing mulai masuk dan ditanam di Indonesia.
c.
Kemerosotan
tingkat kesejahteraan penduduk. Pendapatan penduduk Jawa pada awal abad ke-20
untuk setiap keluarga dalam satu tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah tersebut
masih dikurangi untuk membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16 gulden. Oleh
karena itu, penduduk hidup dalam kemiskinan.
d. Adanya
krisis perkebunan pada tahun 1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula berakibat
buruk bagi penduduk.
e.
Menurunnya
konsumsi bahan makanan, terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa
meningkat cukup pesat.
f.
Menurunnya
usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyaknya barang-barang
impor dari Eropa.
g. Pengangkutan
dengan gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan
kereta api.
h. Rakyat
menderita karena masih diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman yang berat
bagi yang melanggar peraturan Poenate Sanctie.
i.
Rakyat
pedesaan mulai mengenal arti pentingnya uang.
j.
Hindia
Belanda menjadi negara produsen hasil-hasil perkebunan yang penting.
k. Pemerintah
Hindia Belanda mulai membangun proyek-proyek prasarana untuk mendukung dan
memperlancar ekspor hasil-hasil perkebunan dari Indonesia.
l.
Terjadi
perubahan kepemilikan tanah dan tenaga kerja
m. Penduduk
semakin bertambah,sedangkan lahan pertanian semakin berkurang karena disewa
untuk perkebunan. Akibatnya timbul kelaparan dimana-mana.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pelaksanaan politik kolonial liberal di Indonesia tidak terlepas dari perubahan
politik Belanda. Pada tahun 1850, golongan liberal di negeri Belanda mulai
memperoleh kemenangan dalam pemerintahan. Kemenangan itu diperoleh secara
mutlak pada tahun 1870, sehingga tanam paksa dapat dihapuskan. Mereka
berpendapat bahwa kegiatan ekonomi di Indonesia harus ditangani oleh pihak
swasta. Pemerintah hanya mengawasi saja. Sistem ini akan menumbuhkan persaingan
dalam rangka meningkatkan produksi perkebunan di Indonesia. Dengan demikian pendapatan negara juga akan bertambah. Untuk mewujudkan sistem tersebut,
pada tahun 1870 di Indonesia dilaksanakan politik kolonial liberal atau sering
disebut “politik pintu terbuka” (open door policy). Sejak saat itu pemerintahan
Hindia Belanda membuka Indonesia bagi para pengusaha swasta asing untuk
menanamkan modalnya, khususnya di bidang perkebunan. Pelaksanaan sistem liberal
ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang De Waal, yaitu Undang-undang
Agraria dan Undang-Undang Gula. Kesimpulannya, penghapusan tanam paksa dan diganti
dengan Politik Pintu Terbuka tidak mengubah kehidupan rakyat. Rakyat tetap
diperas. Yang berbeda hanyalah pelaku pemerasnya. Pada zaman tanam paksa,rakyat
diperas oleh pemerintah Hindia Belanda. Sedangkan pada zaman Liberalisme yang
melahirkan Politik Pintu terbuka,rakyat diperas oleh para pengusaha swasta
Eropa. Van den Bosh sebagai tokoh tanam paksa memandang Hindia Belanda
(Indonesia) sebagai “perusahaan milik negara”. Sedangkan kaum liberal memandang
Hindia Belanda (Indonesia) sebagai “perusahaan milik swasta”. Maka pada akhir
abad ke-19, munculah kritik-kritik tajam yang di tujukan kepada pemerintah
Hindia Belanda dan praktek liberalisme yang gagal memperbaiki nasib kehidupan
rakyat Indonesia dan menganjurkan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat
Indonesia melalui Sistem politik yang baru atas anjuran Mr.C.Th. Van Deventer
yang dikenal dengan nama Politik Balas Budi. Inilah akhir dari sistem politik
pintu terbuka yang ternyata dalam prakteknya tidak banyak mengubah taraf
kehidupan masyarakat menjadi lebih baik dan manusiawi.
DAFTAR
PUSTAKA
Poesponegoro, Marwati Djoened. 2010. Sejarah
Nasional Indonesia IV.Jakarta:Balai pustaka.
Ricklefs,
M.C. 1998. Sejarah Indonesia Modern.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press